Kebebasan gerak

5 Mei 2007

Manusia mengetahui bahwa ia berada didalam sesuatu yang lebih besar daripada dirinya, yang membawa kepada reaksi terhadap segala sesuatu itu, yang diakibatkan suatu kealamian dari kehidupan kita, yaitu adanya gerak.

Gerak menjadi sangat penting dimana sendi-sendi kita dirancang untuk mendukung sebuah gerakan. Bila kita tidak bergerak dalam waktu lama, adakalanya sendi-sendi dan otot-otot itu melemah. Karenanya gerak menjadi sangat penting sebagai kebutuhan biologis.



Arsitektur pada intinya mewadahi gerak itu. Pada suatu kesempatan, saya berjalan-jalan di taman dan melihat seekor kupu-kupu. Ia terbang kesana kemari dalam taman itu, sayangnya ia tidak bisa bebas karena adanya tembok yang membatasi taman. Saya tahu benar bahwa mahluk yang bebas merdeka itu pada akhirnya tidak bebas karena adanya tembok. Tembok tersebut adalah pengukuhan manusia atas suatu teritorial, dalam hal ini taman.

Muncul pertanyaan dalam diri saya, apakah itu juga terjadi pada manusia? Mungkinkah manusia itu seharusnya bebas merdeka namun jadi terbatasi oleh bangunan-bangunan? Jalan-jalan menjadi koridor gerak, namun jangankan untuk menikmati dunia dalam lahan-lahan bangunan disisi jalan, masuk saja tidak boleh. Dunia menjadi penting dalam hal petak-petak lahan, yang mana boleh kita singgahi dan yang mana tidak.


foto: Yogi 'Awang' Diwangkoro

Melihat ke desa, orang bsa lebih bebas berjalan-jalan, kemana mereka mau, bertamu di rumah-rumah tetangga, karena lingkungan yang lebih membebaskan. Kita bisa mandi di sungai, bersepeda dengan santai, membangun rumah tanpa pagar, pandangan bebas tidak ada halangan, dan sebagainya...

Di kota besar seperti Jakarta, kebanyakan orang tidak bebas berjalan-jalan, kecuali terwadahi dalam suatu area teritorial seperti mall dan taman. Barangkali tempat terbebas untuk berjalan-jalan adalah mall itu, dimana kita bebas menentukan langkah, well, setidaknya dalam bangunan mall. Itupun masih harus terbatasi dengan tembok-tembok, kaca-kaca, keadaan sosial dan kelas sosial yang anti kemiskinan, disuatu tempat kita tidak bisa lebih bebas dari itu.

Lingkungan arsitektur rumah tinggal yang diciptakan menjadi berbeda antara bangunan kota dan desa. Bangunan di kota-kota menjadi sebuah benteng pertahanan diri dari lingkungan sebagai jaaban terhadap isyarat-isyarat bahaya yang ditimbulkan lingkungan, misalnya kriminalitas. Menutup diri dirasa perlu karena tuntutan, dan kita tidak bisa bebas membuka rumah bagi siapa saja. Rumah menjadi semacam 'pengukuhan teritori'. Adanya pagar jelas mencerminkan hal itu.


foto: Yogi 'Awang' Diwangkoro

Didesa dimana lingkungan masih mewadahi berbagai bentuk kebebasan ber-aktivitas manusia, perebutan kepentingan yang berhubungan dengan teritorial menjadi sangat rendah. Manusia yang hidup ditempat yang kondusif terhadap kebebasan gerak ini tidak perlu banyak membentengi diri dari berbagai kondisi bahaya akibat keterbatasan gerak, seperti kriminalitas. Rumah-rumah dari kesadaran berarsitektur vernakular dan tradisional didesain (atau tidak sengaja didesain, hanya ditularkan) secara lebih terbuka. Meskipun demikian masih terdapat hierarki ruang yang menunjukkan sopan santun tradisi lokal, berbeda dengan rumah-rumah di lingkungan kota dimana hierarki ruang mulai ditinggalkan.



________________________________________________
by Probo Hindarto
© Copyright 2008 astudio Indonesia. All rights reserved.

Kebebasan gerak Share on...

0 comments on Kebebasan gerak :

Post a Comment and Don't Spam!