The big city plan

30 Mei 2007

Artikel Probo Hindarto

Sebuah pertanyaan, apakah benar suatu rancangan bangunan-bangunan besar di perkotaan adalah murni bagi rakyat? Betulkah lahan perkotaan yang bermanfaat bagi rakyat dapat digantikan dengan fasilitas yang tidak benar-benar murni bagi rakyat? Dengan tidak memperkecil niat yang barangkali ada dalam tubuh pemerintah untuk berbuat yang terbaik bagi warganya, artikel ini kami gulirkan dengan bantuan artikel sebagai pembanding dari Ade Yudirianto dan Himawan. Bukan pembanding dalam arti 'menubrukkan' pandangan-pandangan yang berbeda, namun lebih pada pengumpulan pengetahuan untuk bertindak lebih baik. Ade menulis lebih pada rasa menanggapi 'kesombongan' manusia dalam membangun (saya pribadi tidak seluruhnya setuju untuk mengambil topik ini sebagai diskusi bernuansa negatif, namun selalu ada sisi positif dari segala hal, dan itu yang sebaiknya diperjuangkan), sedangkan Himawan, dalam proses berpikirnya juga memiliki suatu pandangan yang menarik untuk disimak dan 'ditelaah' lebih lanjut. Saya menganggap ada 'penghubungan' dari pandangan-pandangan ini, termasuk pandangan saya sendiri.



sketsa oleh Rosi Rahadi dan Ade Yudirianto


Ini juga mengingatkan pada rancangan arsitek-arsitek dalam sejarah arsitektur seperti Le Corbusier, Tony Garnier, atau tokoh Indonesia saat ini misalnya Marco Kusumawijaya (tulisan dapat dibaca di http://petahijau.wordpress.com/) , Ridwan Kamil (tulisan dapat didownload di http://urbane.co.id ). Mereka banyak menyoroti masalah-masalah perkotaan dan mencoba mencari solusi untuk berkehidupan lebih baik melalui rancangan tata kota. Tidak ada hal negatif dalam hal ini, bahwa perencanaan sebuah kota adalah sangat penting untuk kemajuan berkehidupan dalam layer-layer sosial kota yang bertumpuk dan berdesakan. Masing-masing perencana kota bisa memiliki pandangan tersendiri tentang perencanaan kota yang baik, baik itu dalam membuat kota baru ataupun merencanakan perbaikan kota lama.


sketsa oleh Rosi Rahadi dan Ade Yudirianto
Perencanaan kota yang baik menentukan kondisi kota dalam beberapa tahun kedepan. Masa depan sebuah badan jalan (apakah akan terjadi kemacetan dan keruwetan) dapat terlihat saat ini juga dari ketersediaan fasilitas yang ada (lebar jalan, adanya trotoar, pohon, dan sebagainya) serta dari kondisi laju pertumbuhan masyarakat.

Adakalanya memang suatu 'big plan' dalam perencanaan kota dibutuhkan, terutama agar konsep kota lebih terorganisasi. Terkadang diperlukan tindakan drastis demi penyehatan sebuah kota. Hal ini termasuk perencanaan kembali suatu kawasan yang telah terdegradasi oleh pembangunan. Degradasi diakibatkan perencanaan kawasan yang kurang terencana sebelumnya, mengakibatkan berbagai permasalahan kota terjadi, seperti kemacetan, tidak tersedianya sarana memadai bagi pejalan kaki, kesehatan lingkungan dan manusia menurun karena polusi, dan sebagainya. Perencanaan kembali mestinya dimaksudkan untuk menata kawasan lebih baik demi kesehatan kota.

Konsep 'Garden City' sangat menarik untuk diterapkan dan terbukti dapat menjadi referensi bagi pengembangan cluster-cluster baru suburban, sehingga menjadikan lingkungan yang sehat bagi penghuninya. Dahulu, pencetus 'garden city' di Eropa menghendaki kota menjadi mesin yang bermanfaat bagi penghuninya. Kawasan-kawasan berbeda dipisahkan agar terkumpul fungsi yang sama dan tidak saling bertubrukan. Pabrik-pabrik dipisahkan areanya dengan permukiman, karena secara fungsi dan kebutuhan area berbeda jauh.


Sketsa oleh Rosi Rahadi dan Ade Yudirianto

Kota yang sehat memberi manfaat bagi warga kota, tidak hanya dari kesinambungan kehidupan, juga dari kesinambungan masa

Meskipun tentunya tidak ada yang benar-benar menyelesaikan masalah, konsep sebuah kota baru sebaiknya dirancang dengan berpihak pada rakyat dan kemajuan kota selanjutnya. Dengan demikian, ada keberpihakan pada pengguna sesungguhnya dari kota-kota baru, yaitu rakyat. Telah sering didengar, mall-mall dan pusat perbelanjaan menghilangkan keberadaan lahan hijau perkotaan, padahal lahan hijau dibutuhkan sebagai sarana kota yang sehat. Bila digantikan Mall, apakah mall tersebut dapat menggantikan fungsi lahan hijau sebagai sarana kesehatan kota? Dalam mailing list Arsitek Muda Indonesia (AMI), pernah terdapat perbincangan, bahwa kota yang sakit dilihat dari berapa banyak mall yang ada. Artinya, semakin banyak mall dalam sebuah kota, semakin sakit kota tersebut. Barangkali ada benarnya, karena banyak mall di Indonesia didirikan dengan 'mensahkan penggunaan' lahan hijau dari pemerintah kota. Lahan hijau yang notabene adalah milik rakyat dan demi kesehatan sebuah kota. Hal ini dikarenakan tidak ada lagi lahan kosong tersisa di pusat kota selain lahan-lahan hijau, satu-persatu lahan hijau menghilang. Karenanya perencanaan tata ruang kota yang cukup banyak lahan hijaunya adalah penting.

Namun tunggu dulu, apakah hal itu memang benar? Barangkali mall juga sebuah jawaban akan keinginan warga kota untuk berjalan-jalan. Buktinya mall sangat diminati sebagai sarana melepas penat atau berekreasi dalam kota (meskipun yang dilihat itu .... hanya bangunan saja dan orang-orang, barang-barang). Artinya mall juga memiliki nilai bagi masyarakat. Hanya saja, kebutuhan orang untuk berjalan-jalan menemukan hal-hal yang biasa dijumpai di Mall memang seharusnya dipikirkan lebih lanjut sebagai tantangan dalam perencanaan. Secara sehat perlu dipertanyakan, apakah sebuah ruang dengan fungsi lain (mall, apartemen) dapat dibangun diatas lahan yang dikorbankan dari kepentingan rakyat?

Arsitektur, bagaimanapun juga, selalu berhubungan dengan lingkungan. Keberadaan manusia dengan keinginan membangun dan membangun, memang banyak berakibat rusaknya lingkungan alam. Kita membangun dengan memindah potensi alam, mengeksploitasi sumber daya alam untuk bangunan kita, dan meninggalkan sebuah lubang kerusakan entah dimana di muka bumi. Arsitek memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan dengan cara-cara yang diketahuinya, dengan memperkecil dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan.

Arsitektur, juga dapat menjadi penanda suatu tempat, misalnya membuat landmark bagi sebuah kawasan. Penanda ini terkadang dibutuhkan untuk menunjang identitas suatu kota. Arsitekturnya hendaklah diintisarikan agar merepresentasikan keberadaan identitas itu, misalnya dengan mengambil unsur budaya lokal dalam skema postmodern. Hal ini memberikan nuansa lebih dari suatu pembangunan fasilitas kota, daripada sekedar memindah tipe bangunan modern lainnya.




Arsitektur indonesia di masa penuh bencana
oleh: Ade Yudirianto
ade2103@gmail.com

Dalam sebuah hikayat masa lalu terdapatlah sebuah kaum yang mempunyai teknologi mendirikan bangunan dengan memahat tebing gunung dan manusia menempati ruang di tebing gunung tersebut. Pola penataan ruang secara vertikal sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam dunia modern. Setelah menyaksikan film Indiana Jones dan Time Machine akhirnya sedikit terilustrasikan bagaimana pola peradaban tinggi yang digambarkan lewat cerita masyarakat beratus-ratus generasi lalu tersebut. Namun dalam sejarah digambarkan pula bahwa teknologi mutakhir tersebut hancur setelah diterpa bencana angin topan dingin selama 7 hari 8 malam berturut-turut. Ada satu cerita sama di abad modern ini yang berlatar keruntuhan WTC lalu. Beberapa hari setelah WTC runtuh, Tadao Ando dihadapan para mahasiswa arsitektur magang dari berbagai negara Asia berkata,”ini merupakan simbol runtuhnya dominasi Amerika atas dunia”. Dan memang benar bahwa semenjak itu sentimen anti-Amerika mulai merebak dipenjuru dunia karena sikap antiterorisme Amerika yang dinilai sudah kelewatan. Ada banyak kisah–kisah serupa yang memiliki kesamaan bahwa saat manusia berada di puncak peradaban, sering datang bencana yang menghabiskan apa-apa yang dibanggakan manusia dikarenakan satu hal,.. kesombongan.

Kesombongan merupakan benang merah dari bencana-bencana dahsyat yang menimpa manusia. Pelajaran lewat mata kepala dari hal demikian dapat disaksikan lewat peninggalan arsitektur yang tinggal puing-puing. Puing-puing yang dikunjungi orang sebagai wisata sejarah atau ziarah arsitektur bagi para arsitek. Al Gore yang mengkampanyekan perbaikan lingkungan global lewat filmnya The Inconveniant Truth mengulas secara panjang lebar data-data kerusakan alam yang diperbuat oleh manusia modern sehingga nampak jelaslah bahwa dibalik tembok-tembok beton skyscrapper, diantara gemerlap lampu-lampu kota bersemayamlah alam yang sedang ringkih dan boleh jadi jengah dengan ulah manusia yang seringkali menjadikan alam tersebut ajang eksploitasi secara sombong. Tidak mengherankan bila akhirnya pemberontakan itu dimunculkan lewat beruntunnya bencana. Bencana tersebut boleh jadi upaya alam dalam menyembuhkan diri terhadap desakan-desakan yang terus menghantam dirinya.

Arsitektur Indonesia
Tidaklah mudah membangun peradaban apalagi jika peradaban tersebut merupakan warisan kekayaan masa lalu. Terbakarnya istana Pagaruyung Padang dan Kampung Dukuh menyisakan renungan bahwa bangsa ini sudah banyak sekali kehilangan kekayaan budayanya. Apakah replika dapat menggantikan itu semua? Masalah utama yang dihadapi lebih dari sekedar itu karena makna tempat dan kenangan terhadap material yang menua oleh waktu tidaklah dapat tergantikan dengan replika tersebut. Permasalahan yang mendasar lagi adalah, apakah bangsa yang jatuh miskin didera musibah memiliki dana untuk membangun asset fenomenal tersebut? Apa yang hendak kita pilih jika diajukan sebuah pilihan; menyelamatkan kondisi sosial ekonomi ataukah membangun proyek fenomenal/ monumen bencana yang jelas-jelas membutuhkan beaya yang tak sedikit? Beaya yang justru dapat digunakan untuk langkah taktis membangun ekonomi masyarakat yang tertimpa musibah.

Arsitektur Indonesia di masa-masa penuh bencana adalah sebuah pertanyaan besar. Apakah ia merupakan cermin empati sosial ataukah hanya sebatas gubahan bidang dan massa sebagai cerminan karakter si arsitek dan pemilik modal. Itu adalah sebuah pilihan. Pertanyaan berikutnya adalah seberapa besar manfaat dan kedudukan dari karya arsitek tersebut dapat hadir? Dalam sejarah peradaban bangsa ini, peperangan, inflasi ekonomi dan gejolak perubahan sosial seringkali menjadi penghambat masyarakat untuk berapresiasi seni dan membangun peradaban. Hal serupa dapat disaksikan saat krisis tahun 1998 lalu, krisis ekonomi yang membuat banyak proyek-proyek besar terhenti, banyak pula arsitek di Indonesia kehilangan pekerjaan dan terpaksa alih profesi.

Banyak permasalahan terhampar didepan mata namun bila sudah menyangkut profesi arsitek seolah peluang untuk berbuat sesuatu menjadi sempit. Seberapa dekat realita sosial ini dapat tersentuh oleh arsitektur yang mestinya menukik pada jantung permasalahan dan dimanakah posisi arsitek duduk mengambil peran dalam realita sosial ini?


“KOTA METROPOLITAN” DARI TIMUR INDONESIA
Oleh Himawan
jo.cobain@yahoo.co.id



Gambar, bersumber dari MakassarKota.go.id dan google.com (gambar dikirim oleh Himawan)


Sebuah kata yang sangat tepat untuk menggambarkan sebuah kemajuan dan kemandirian kota yang merupakan Gerbang Timur Indonesia, yang bernama “Makassar”.

Muncul sebuah pemikiran pada benak tiap orang Makassar untuk selalu mau berbenah dan memperbaiki diri, menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Khusus pada bidang arsitektur kotanya sendiri, Makasar terbangun dan berkembang dengan kemandirian tanpa ada sokongan bantuan baik berupa dana ataupun penyuluhan dan moral yang objektif dari pemerintah pusat khusunya pada, era Pemerintahan Terpusat.
Nah di era pemerintahan otonomi daerah akhirnya Makassar mampu untuk mengembangkan dan mengobservasi seluruh SDA dan SDM local menjadi suatu vocal point khusu buat Makassar sendiri. Hal ini dapat dilihat dari segi tingkat pendapatan perekapita Provinsi yang terus meningkat tiap tahunnya, pembangunan berkesinambungan yang terus di pressure untuk peningkatan dalam bidang industri, budaya dan wisata kota .

Dalam hal pembangunan di Makassar telah dicanangkan beberapa Mega Proyek yang nantinya menjadi cikal bakal akan keberadaan bangunan serupa di berbagai daera tanah air untuk kedepannya. Diantara mega proyek tersebut adalah “Revitalisasi Pantai Losari” yang dikonsepkan sebagai Front Water pertama di kawasan RI yang pembangunannya dijadwalkan rampung pada 2008 nanti.


Gambar, bersumber dari MakassarKota.go.id dan google.com (gambar dikirim oleh Himawan)

Pantai Losari merupakan land mark kota Makassar akan di permak dan di desain menjadi sebuah Front Water yang menyediakan berbagai sarana public seperti, Plaza Losari, Kafe Terapung, CyberNet Wifi, Wisata Pantai, dan masih banyak lagi fasilitas alternatif public yang akan terus ditambahkan pada pengembangan lebih lanjutnya.

Pembangunan infrastruktur perkotaan khususnya dibidang komersil dan properti, dapat disaksikan secara visual dengan adanya beberapa proyek apartemen, seperti, apartemen Marbella Makassar dengan stanrdar bintang lima , yang menyajikan hunian eksklusive dan elegan. Apartemen ini sendiri di kelola oleh Pudjiadi Prestige Tbk. Dan satu proyek lagi yaitu The Royal Apartement yang mengusung konsep “tagline modern living style”.

Dibidang property Makassar telah mengalokasikan sebuah kawasan ekslusif real estate di daerah Panakukang Mas, yang merupakan proyek lanjutan jangka panjang yang sampai kini tahap penyelesainnya telah mencapai 70%. Disekitar kawasan Panakukang sendiri nantinya akan dikorelasikan dengan bangunan-bangunan komersil lainnya berupa Mall Panakukang, Mall Mangga Dua, dan Careffoor. Yang akan disatukan menjadi satu distrik kawasan untuk distrik bangunan komersil Panakukang dengan struktur “polygon bridge”.
Disamping itu property proyek juga akan di titik beratkan pada daerah Tanjung Bunga, sebagai kawasan Bahari dengan konsep “ Bahary Garden ”. Pada derah Tanjung Bunga telah di bangun beberapa perumahan dengan type sedang sampai type eksklusif, yang dilengkapi dengan fasilitas ruko dan mall, dan yayasan pendidikan “Dian Harapan”.

Disamping itu untuk kawasan wisatanya berupa pantai “Pantai Akkarena” Tanjung Bunga.
Untuk square kota , PEMKOT Makassar telah menunjuk “Karebosi” sebagai space untuk pembangunan park city kota Makassar . Yang nantinya akan diberi nama “ Karebosi Square ” yang orientasinya sebagai taman kota dan taman wiasata dan land mark kota Makassar .

Mega Proyek lainnya yang telah dicanangkan adalah pembuatan jalan lingkar luar “ Outer Ringroad” dan lingkar tengah “Midle Ringroad”, jalan lingkar ini nantinya akan
menghubungkan beberapa kabupaten di Sul-Sel yang akan di beri nama “kawasan Maminasata ( Makassar , Maros, Takalar, dan Sungguminasa).

Panjang jalan lingkar luar sekitar 20 kilometer. Sedangkan panjang jalan lingkar luar sekitar 11 kilometer. Untuk perancangan tata ruang kota Makassar sendiri telah di regulasi secara khusus oleh PEMKOT Makassar sesuai dengan pembagian lokasi masing-masing distrik kota yang didasarkan atas pembagian kawasan pengembangan, dan industri untuk kota Makassar.

Dengan adanya berbagai perencanaan dan perancangan kawasan kota, diharapkan Makassar nantinya dapat menjadi Kota Metropolitan Pertama dari kawasan Timur Indonesia dan landmark bagi Indonesia sendiri sebagai kota Metro yang menguasai di berbagai bidang.

Diharapkan juga Makassar nantinya menjadi jalur linkar yang menghubungkan berbagai jalur transportasi udara maupun laut untuk negara-negara yang akan menanamkan
investasinya baik dalam bidang bisnis, komersil dan pendidikan.

sebagai pelengkap dalam artikelnya.

1. Bisakah dicantumkan nama, institusi?

Nama Himawan nick name Jo, institut UGM Yogyakarta (Extensi Arsitektur '06)

2. Apa pandangan Anda pribadi berkaitan dengan rencana pembangunan Square, kawasan dan fasilitas kota tersebut? (mohon dijelaskan dari sudut pandang pribadi) Kemudian adakah pandangan dari masyarakat atau tokoh masyarakat berkaitan dengan pembangunan semua itu?

Square: menrt saya lebih berpikir ke depan mengenai tuntutan zaman dan kepentingan kota Makassar, kalaupun herus memang seperti itu maka perlu dipertimbangkan tentang faktor, Morfologi, analogi, dan typologi kota Makassar
- Kawasan : saya sangat respect karena untuk penataan pembagian distric kawasan di Makassar telah diprogramkan dan disesuaikan dengan konsep tata ruang kota Makasar
- Fasilitas : adalah hal yang masih perlu pemikiran yang lebih resprentatif lagi karena antara kebutuhan fasilitas dan history Makassar sendiri adalah suatu hal yang harus selalu relevan dan saling mengkoordinir antara kesesuaian dan keperluannya.
- Pandangan Masyarakat : Yang namanya perubahan, pasti akanmenimbulkan pro dan kontra antara masing-masing pihak yang akan terlibat langsung di dalamnya.

3. Adakah dari pengertian 'Makasar' yang Anda sebutkan, masuk dalam pertimbangan karakter pengembangan kawasan tersebut?

Kaitan arti: Secara garis besar bahwa filosof kata "Mangkasarak" mengandung pengertian kemegahan yang terus menerus bergejolak yang pada akhirnya akan menjadi suatu hal yang bisa diterima oleh siapapun ditengah keterusterangan dan kejujurannya.
Kaitannya dengan arah pembangunan bahwa segala aturan dan reaksi akan pembangunan di Makassar harus terus dikaitkan dengan kondisi dan situasi pysihologi dan psichologi kota dan warga Makassar sendiri.
agar nantinya antara nilai hystory dan kebutuhan untuk kota dapat berjalan secara berimbang dan tetap memasukkan filosofi-filosofi dari Makassar sendiri.

4. Bolehkah digambarkan bagaimana keadaan masyarakat di Makasar dari sudut pandang kebudayaan lokalnya? Apakah masyarakat cukup terbuka dengan hadirnya format baru kawasan tersebut?

Pandangan masyarakat akan kebudayaan lokal adalah hal yang sangat dujunjung tinggi oleh tiap masyarakatnya, walaupun ditengah arus global yang sangat signifikan perkembangannya masyarakat tetap mempertahankan segala ciri danprinsip hidup sebagai bagian dari Makassar. dan hal tersebut saya rasa bisa diraskan oleh siapapun yang berhubungan langsung dengan orang-orang Makassar bahkan sampai di luar negeripun mereka bisa tetap mempertahankan segala prinsip dan filosofi hudup mereka.
Pro dan Kontra dari berbagai pihak memang terus terjadi terutama untuk pembangnan Karebosi Square dan Pantai Losari tetapi hal yang sangat lumrah dalamsebuah restorasi kota menuju pendewasaan warga dan kota Makasar sendiri dalam berfikir.


________________________________________________
by Probo Hindarto, Ade Yudirianto, Himawan
© Copyright 2008 astudio Indonesia. All rights reserved.

The big city plan Share on...

0 comments on The big city plan :

Post a Comment and Don't Spam!