PENINGKATAN KEAMANAN DENGAN DISAIN LINGKUNGAN (PKDDL)

Ruang kota memang penuh dengan berbagai persilangan, perebutan dan tumpang tindih kepentingan berbagai pihak, dan yang termasuk paling meresahkan adalah tingginya tingkat kriminalitas seperti pencurian. Dalam desain lay out sebuah kawasan, terdapat cara untuk mempertinggi tingkat keamanan lingkungan melalui desain.

Artikel ini kami buat untuk menjelaskan tentang beberapa aspek pengendalian keamanan melalui desain yang kami sebut sebagai "PENINGKATAN KEAMANAN DENGAN DESAIN LINGKUNGAN", disingkat PKDDL. Konsep ini bertujuan melindungi lingkungan dengan menggunakan aspek fisik (penyelesaian bangunan) dan psikologi, yaitu lingkungan fisik didesain untuk mempengaruhi tindak kejahatan sehingga akan menurunkan kejadian kejahatan, secara spesifik dengan meningkatkan ketakutan akan kejahatan serta meningkatkan kualitas lingkungan hidup.

Konsep PKDDL menggunakan potensi alam, misalnya tanaman, untuk mempengaruhi kemungkinan tindak kejahatan dengan cara yang positif. Dalam konsep ini, selain mengurangi kemungkinan kejahatan, desain fisik dapat menciptakan atau memperpanjang pengaruh yang memberikan perasaan bangga bagi pemiliknya. Penggunaan konstruksi seperti pagar dikurangi, menjadi seperlunya, menyatu ke dalam keseluruhan desain, dan menurunkan pengaruh visual yang negatif. Cara ini juga membuat biaya menjadi efektif, karena penerapan elemen-elemennya dibuat sambil membangun, bukan menambahkan setelahnya.

1. Ruang dalam (interior spaces)
Dalam konsep ini, penting untuk diperhatikan tentang akses, bagaimana akses masing-masing ruang dapat bersama mendukung keamanan dalam ruang interior. Ciri-ciri disain adalah pintu masuk utama dan area lobi, penempatan area penerima dalam hubungannya dengan perencanaan jendela, titik-titik access control, dan ruang-ruang yang berdekatan, yang nantinya akan meningkatkan pengawasan terhadap main entry dan area lobi, ruang tempat tangga, gang/koridor, toilet, tempat telepon umum, tempat-tempat makan/minum, taman, ataupun ruang tunggu. Jenis-jenis pemasangan/penempatan bukaan dan penggunaan alat monitoring elektronik digunakan dalam perencanaan denah umum (DJPKT, 2001).

2. Pengendalian akses (access control)
Tujuannya memperkecil jalan masuknya kemungkinan tindak kejahatan. Pengendalian akses secara alami akan memberi batas akses dan meningkatkan penjagaan/pengawasan alami terhadap kemungkinan adanya gangguan penjahat, terutama pada area dimana mereka tidak akan dengan mudah diamati. Ini juga dijalankan untuk menjaga orang-orang yang tidak dikehendaki keluar dari tempatnya, jika mereka tidak punya alasan yang sah untuk berada di sana.
Bagaimanapun, ketika satu langkah melewati zona privat ke ruang publik/semi publik, maka penggunaan access control akan menjadi lebih rumit. Solusi tradisional pada tipe problem seperti ini biasanya adalah menempatkan pos penjagaan pada titik entrance untuk menyaring pengunjung. Menurut Cook banyak juga teknik sah/logis yang lain untuk membatasi jalan masuk ke tempat yang biasanya terbuka untuk umum; rintangan fisik yang ditentukan dengan bentuk alamiah (misalnya: sungai, danau), bentuk-bentuk buatan manusia yang ada (misalnya: taman, vegetasi, parit), dan bentuk-bentuk buatan yang bisa didisain dengan cepat (misalnya: penutupan jalan/perkerasan, pagar, dinding), ini merupakan sajian untuk membatasi pergerakan. Menurutnya juga banyak penjahat menunjukkan bermacam pilihan yang berhubungan dengan suasana/lingkungan, baik fisik dan social keduanya dapat dicegah dengan kreasi dari penghalang psikologi. Penghalang ini bisa tampak dalam bentuk tanda, jalur hijau, pagar tanaman, atau sesuatu yang mengisyaratkan kesatuan dan keunikan dari sebuah tempat. Hipotesa ini dapat berjalan, bila sifat tempatnya dengan jelas mudah dibaca, sifatnya tembus dan langsung, sehingga memperkecil kemungkinan pelanggar karena keakraban antar pemakai dan sekelilingnya dan ketiadaan tampak dari tempat untuk menyembunyikan atau melakukan tindak kejahatan. Dengan demikian strategi ini tidak hanya membatasi adanya kemungkinan tindak kejahatan, tapi juga menghalangi pergerakan dari korban yang mungkin.
Pendapat lain yang mendukung (DJPKT, 2001), mengemukakan bahwa manakala pengganggu dapat lebih siap dikenali, yaitu melalui:
a. Penggunaan trotoar/jalan samping, perkerasan, gerbang, pencahayaan/penerangan dan pertamanan untuk memandu publik dengan jelas ke dan dari pintu masuk.
b. Penggunaan gerbang, pagar, dinding, pertamanan dan pencahayaan/penerangan untuk mencegah akses publik ke atau dari tempat gelap/lokasi yang tak terawasi.
Dinding penghalang/pembatas akses untuk keamanan merupakan konstruksi yang penting juga untuk melawan vandalisme, dimana dinding tersebut tidak diperlukan untuk menyaring pandangan atau mengendalikan suara gaduh, dinding tersebut bisa didekorasi dengan pagar besi dengan tiang-tiang vertikal yang menyajikan bukaan 4 inci atau kurang dan dirancang sebagai bagian pelengkap dinding tersebut. Dalam beberapa penempatan seperti pada taman dan tempat-tempat untuk pejalan kaki, penggunaan dari hiasan pagar besi akan mendukung untuk meningkatkan pengawasan visual dan menghadirkan estetika. Tinggi 6 kaki pagar besi, dan tinggi keseluruhan bersama tembok adalah 8 kaki (DJPKT, 2001).

3. Ruang pertahanan (defensible space)
Untuk memberikan pengawasan/pengendalian maksimum, pertama-tama sebuah lingkungan dibagi menjadi lebih kecil, sehingga mempunyai definisi yang jelas sebagai area/zona. Zona ini menjadi poin pokok untuk penerapan bermacam-macam elemen PKDDL. “Defensible Space” adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan sebuah area yang telah membuat sebuah “Zone of Defense”. Area tersebut ditandai sebagai zona publik, zona semi privat, atau zona privat. Penandaan ini akan menegaskan pengguna yang pantas dari setiap zona dan menentukan siapa yang berhak menggunakannya selama dapat dipercaya dengan pasti (Gardner, 1995).

Zona Publik
Area ini terbuka untuk siapa saja dan mempunyai jaminan yang paling kurang dari ketiga zona tersebut. Ini adalah fakta yang sebenarnya bahwa ketika zona ini ditempatkan dalam sebuah bangunan atau dalam tempat yang mempunyai jalan masuk yang tidak terkontrol, maka kecil ataupun tidak berkesempatan untuk mendapatkan pengawasan tertutup.
Zona Semi Privat
Area ini menciptakan penyangga diantara zona publik dan zona privat dan/atau disajikan sebagai ruang bersama. Seseorang dapat mencapai publik, tapi tertutup dari zona publik. Pemisahan ini disempurnakan dengan ciri-ciri disain yang memperlihatkan batas-batas peralihan yang jelas antara zona-zona.
Zona Privat
Ini adalah area yang masuknya dibatasi. Jalan masuk dikontrol dan dibatasi bagi orang-orang atau kelompok tertentu.

Pembagian diantara zona-zona biasanya diselesaikan dengan beberapa macam penghalang. Ini bisa salah satu, dengan fisik atau simbolik.
Penghalang Fisikal, dinyatakan secara tidak langsung sebagai sifat dasar pokok dan pencegahan pergerakan secara fisik. Pemasangan pagar, macam-macam bentuk taman, pintu yang dikunci dan sebagainya.
Penghalang Simbolik, adalah kurang nyata. Hampir semuanya dapat disajikan dalam sebuah penghalang simbolik. Hanya syaratnya, menetapkan batas diantara zona-zona. Tipe penghalang ini tidak menghalangi pergerakan fisik, yang diperlukan adalah transisi diantara zona-zona tersebut telah menempati posisinya. Dekorasi pagar yang rendah, kebun-kebun bunga, perubahan pola material perkerasan/jalan, dan tanda-tanda adalah contoh-contoh penghalang simbolik.

4. Penjagaan/Pengawasan (surveillance)
Surveillance adalah senjata utama dalam melindungi defensible space. Para penjahat paling tidak suka beraksi ketika disana mempunyai resiko tinggi bahwa aksinya akan disaksikan, bahkan dilaporkan kepada pihak yang berwajib.

Natural Surveillance
Kesempatan untuk menjaga/mengawasi secara alamiah terjadi sebagai hasil langsung dari disain arsitektur. Disain yang meminimkan halangan visual dan menghapuskan tempat-tempat persembunyian bagi pengacau, akan memberikan perlindungan yang baik untuk melawan kejahatan. Disain terbuka ini juga dianjurkan pada lingkungan sekitar, sehingga orang merasa lebih aman ketika mereka dengan mudah dapat melihat dan dilihat.
Penggunaan defensible space bersama dengan natural surveillance adalah alat pencegah kejahatan yang baik. Pembentukan zona transisi memberi keduanya, baik pemakai dan pengacau keterangan yang jelas dan nyata. Untuk pemakai, jalan masuk pengacau sampai ruang tertentu (yang sifatnya lebih privat) dibuat mudah untuk diperhatikan dan ditempatkan tanda untuk peringatan yang tepat. Untuk pengacau, ketika memasuki ruang tertentu, aksinya akan disoroti, sehingga meningkatkan kegelisahannya dan meningkatkan resikonya untuk diketahui.
Natural surveillance dapat dicapai dengan teknik disain, seperti menyalurkan arus aktivitas di tempat yang memungkinkan terjadi tindak kejahatan, untuk mendapat pengamat lebih banyak, atau menyediakan kapasitas pengawasan yang lebih baik, seperti dengan teknik pemasangan jendela di sisi yang dekat dengan jalan, menutupi ruang tangga dengan sekat yang tembus pandang, atau menggunakan single-loaded corridors. Teknik disain yang dapat mendefinisikan ruang bisa juga menyampaikan rasa kepemilikan pada para pemakai (Gardner, 1995).
Natural surveillance membantu untuk membangun lingkungan dimana ada banyak kesempatan untuk mengajak orang agar berperilaku normal dengan mengamati ruang disekitar mereka. Sebuah area dapat dirancang sehingga dengan mudah diamati melalui:
a. Penempatan dan disain fisik yang khas untuk memaksimalkan jarak/area pandang. Meliputi orientasi bangunan, jendela, entrance dan exit, area parkir, tempat sampah, tempat-tempat untuk pejalan kaki, penjaga gerbang, penanaman semak belukar dan pohon, penggunaan pagar atau dinding buatan, tanda dan penghalang-penghalang fisik lainnya.
b. Penempatan dari orang atau aktivitas untuk memaksimalkan berbagai kemungkinan pengawasan.
c. Pengadaan pencahayaan/penerangan dengan setidaknya berstandart minimum yang menyediakan penerangan malam hari pada area parkir, tempat-tempat untuk pejalan kaki, entrance, exit dan tempat-tempat yang berkaitan utnuk mewujudkan suatu lingkungan yang aman (DJPKT, 2001).

Formal Surveillance
Metode ini umumnya digunakan hanya ketika natural surveillance sendiri tidak cukup melindungi, atau digunakan sebagai pendukung. Contohnya seperti penggunaan CCTV (closed-circuit television), pengawasan elektronik, penempatan pos penjagaan, dan pengaturan patroli penjaga. Zona publik dan semi privat yang disembunyikan dari pandangan atau yang ditutup/tidak diaktifkan dengan periode yang tetap/teratur bisa menguntungkan bagi beberapa tipe dari formal surveillance.
Elevator, internal koridor, tempat parkir, area publik dari sebuah bangunan, dan jalur pejalan kaki merupakan lokasi potensial, yang dapat dengan mudah diserang, di sinilah penggunaan metode formal surveillance sangat mungkin untuk diberikan (Gardner, 1995).

5. Pencahayaan (lighting)
Penggunaan pencahayaan/penerangan yang tepat akan memperkecil kemungkinan terjadinya tindak kejahatan, dan meningkatkan kesempatan natural surveillance yaitu dengan meningkatnya kemungkinan pengawasan secara visual. Jenis dan tingkat cahaya yang dibutuhkan akan bervariasi dalam penerapannya, tapi keberhasilannya tetap sama dalam semua kasus. Pada tingkat yang mungkin, tingkat konstan dari cahaya akan memberikan jarak pandang yang layak yang harus dipertahankan di malam hari. Tempat terang dengan bayangan seharusnya dihindari. Tingginya area yang mudah diserang dan yang mana dapat menyembunyikan pengacau yang mungkin, seharusnya dihapuskan dengan terang yang lebih daripada di area untuk kegiatan normal. Sasarannya adalah untuk menerangi penjahat tanpa menyoroti korban.
Dalam penerapan PKDDL, pencahayaan juga berperan pada bagian untuk menciptakan perasaan territoriality. Pencahayaan dapat mempengaruhi perasaan seseorang tentang lingkungannya dari estetika. Terang, lingkungan yang riang gembira lebih menyenangkan daripada yang tampak gelap dan tidak hidup. Kemampuan untuk merasa baik tentang sebuah lingkungan adalah penting dalam mengembangkan rasa bangga dan rasa memiliki.
Susunan pencahayaan, pemilihan waktu, dan ketentuannya (DJPKT, 2001):
a. Penanaman pohon dan semak-semak mestinya tidak mengganggu distribusi dari pencahayaan yang diperlukan.
b. Transisi pencahayaan harus dimasukkan pada area-area eksterior bangunan, ke dan dari bangunan atau pemakai di dalam lokasi tersebut. Transisi pencahayaan harus disediakan untuk: bangunan kantor, koridor tertutup, dan area-area serupa yang lain.
c. Semua penerangan eksterior bangunan harus diarahkan ke bawah dan menjauh, dengan disertai pelindung cahaya untuk mencegah cahaya yang menyilaukan yang tak perlu.
d. Semua peralatan eksterior bangunan harus diterangi dari senja sampai dinihari, kecuali jika ditandai.
e. Penyajian penerangan eksterior ditempatkan pada jarak tidak lebih dari 10 kaki di atas tanah, dan boleh juga jika diperlukan pada 6 kaki di atas tanah, tergantung pada faktor resiko yang bisa diterapkan.
f. Semua peralatan penerangan eksterior yang dirancang untuk security lighting harus dilindungi oleh pelindung cuaca dan tahan rusak.
Ilustrasi:
Ilustrasi berikut menunjukkan bagaimana security lighting bisa saja diatur untuk melindungi properti diantaranya, dari cahaya yang tak perlu.

Gambar 1. Security Lighting.
(Sumber: DJPKT, 2001)
Petunjuk Kekuatan Penerangan Minimum (DJPKT, 2001):
Pada faktor demografis, indeks kejahatan, dan faktor tertentu lainnya pada suatu area geografis tertentu bisa memerlukan suatu tingkat yang lebih tinggi dari pencahayaan dibanding daftar di bawah ini.


________________________________________________
by Rosi Rahadi, Probo Hindarto
© Copyright 2008 astudio Indonesia. All rights reserved.

PENINGKATAN KEAMANAN DENGAN DISAIN LINGKUNGAN (PKDDL) Share on...

0 comments on PENINGKATAN KEAMANAN DENGAN DISAIN LINGKUNGAN (PKDDL) :

Post a Comment and Don't Spam!