Catatan Probo Hindarto:
Setelah kunjungan terakhir ke Pohsarang, artikel ini kembali mengulas tentang gereja buatan McLaine Pont di tahun 1936 tersebut. Diharapkan artikel ini menjadi obat bagi kerinduan akan tempat yang bagi penulis sangat berarti itu. Memang ini adalah sebuah gereja, dan penulis bukanlah seorang Katolik. Namun gereja ini memberikan pengalaman ruang yang sangat menarik dan patut untuk dishare dengan pembaca sekalian. Simbolisme agama memang termasuk simbolisme paling kuat dalam arsitektur, karena itu dengan merasakan ruang-ruang yang ada, saya berharap dapat menemukan 'sense of space' yang ditawarkan oleh obyek arsitektur ini.
Perjalanan di Kota Kediri terakhir terasa sedikit lain, karena disana-sini terdapat perubahan karena transformasi menuju kota yang lebih besar. Namun kehidupan disini terasa masih 'adem ayem' (dingin-dingin saja) dan masih cukup kondusif untuk kehidupan kota yang sehat. Jalan-jalan masih besar dan kadang satu arah saja, lengang.
Teringat pada kesibukan di kota besar, dimana jalan-jalan dipenuhi kendaraan, berdebu dan terasa kurang manusiawi, barangkali apa yang terlihat di Kota Kediri saat ini merupakan sebuah utopia untuk kondisi berkendara yang nyaman (dan tentunya di kota-kota berkembang lainnya kondisi ini masih bisa terlihat). Mungkin masih perlu menunggu hingga 5-10 tahun lagi untuk melihat seberapa tingkat kenyamanan bisa bertahan.
Jalan menuju lokasi gereja Pohsarang agak menanjak, suatu saat bersinggungan dengan sebuah sungai. Dari kendaraan, terlihat sungai ini memiliki banyak batuan.
Melihat potensi daerah ini cukup jelaslah bahwa daerah ini merupakan penghasil batu bangunan.
Penulis teringat bahwa batu-batu itu ditambang untuk menjadi bangunan. Artinya dari tempat semacam inilah batu-batuan untuk pondasi, finishing dan sebagainya berasal. Batu-batu dieksploitasi dari sini... Sehingga penulis berpendapat, akhirnya merupakan pilihan manusia untuk terus mengeksploitasi alam. Dan akan hadir masa dimana kita menyadari bahwa kita sudah mengambil terlalu banyak. |
Pertama masuk ke area gereja Pohsarang, tentunya ada yang lain, yaitu kesan ruang yang tertangkap, dingin dipenuhi batu-batuan. Jarang sekali ada suatu kawasan dengan pemakaian batu alam sedemikian banyak seperti di area ini. Kebanyakan batu yang digunakan adalah batu kali dengan ukuran diameter kira-kira 10 cm.
Bagian depan gereja Pohsarang yang dirancang McLaine Pont. Pada area entrance utama terdapat lengkungan gerbang bertuliskan 'Plaza Maria'. Bangunan-bangunan ini terasa sangat membumi, lain sekali dengan kebanyakan gereja-gereja Katolik yang monumental dan tinggi menjulang.
Bagian depan gereja.
Bangunan lonceng gereja yang dibuat dari batu. Pada saat-saat tertentu dibunyikan, sebagai penanda datangnya waktu misa, pemberitahuan adanya kematian, dan sebagainya.
Banyak terdapat simbol dari kepercayaan orang Katolik dalam kompleks gereja ini dan seluruh kompleks taman ini, jadi keseluruhan taman merupakan sebuah theme park dengan tema keagamaan. Setiap simbolisme memiliki arti khusus yang sangat kuat merepresentasikan suatu kejadian atau permisalan dalam ajaran agama.
Suasana khas dari simbiosis batuan, kayu dan tanah, terasa sangat kuat dalam bangunan-bangunan Pohsarang.
Suasana altar gereja, dibuat dari bata merah.
Keseluruhan detail dalam latar belakang altar gereja Pohsarang memiliki simbolisme yang sangat kuat, masing-masing bagian menceritakan sesuatu dan memberi makna sesuatu. Barangkali bagi mereka yang tidak memiliki pengetahuan tentang teologi Kristen tidak akan menangkap hal itu. Sebagai contoh, patung Yesus sedang membagikan roti yang diambil dari kisah Alkitab, tentunya memiliki makna mendalam bagi penganutnya, lain dibandingkan yang tidak menganutnya..
Dalam hal ini, penulis memiliki sedikit pengetahuan tentang kepercayaan gereja, dalam hal ini terdapat batas-batas yang tidak saya inginkan membelenggu saya. Sesuatu yang hadir disini, bisa dibayangkan penulis memiliki kekuatan 'tak terbayangkan' bagi mereka yang beribadah. Namun bagi orang yang menganut 'sterilitas simbolisme' seperti dalam agama tertentu dimana tidak dianut simbolisme dalam agama, kemungkinan besar perasaan itu tidak akan dirasakan. Memang agak susah untuk menjelaskan perbedaan perspektif ini. |
sebuah gambar salib cahaya berada di atap gereja, dibuat dari genting kaca diantara genting masif.
Sebuah area pemakaman khusus dalam area gereja.
GUA MARIA LORDES
Area taman dalam area gua Maria Lordes dimana landscaping area ini mengikuti dengan baik potensi lahan yang ada. Jalan setapak seluruhnya dibuat dari batu, diantara pohon-pohon yang dilestarikan.
Gua Maria Lordes, adalah sebuah gua buatan yang sebenarnya terdapat ruang didalamnya.
Suasana disini bak di negeri dongeng, dimana terdapat figur patung yang sangat indah didalam gua, didalam taman yang rindang dan mengesankan dengan bayangan gerakan pohon-pohon yang menaunginya.
JALAN SALIB
Suasana jalan setapak dalam 'Jalan salib'
Salah satu diorama seukuran manusia yang menawarkan 'gambaran' reka peristiwa penyaliban.
Jalan salib merupakan wahana diorama seukuran manusia, yang menggambarkan kisah alkitab saat penyaliban. Setiap kejadian digambarkan dalam bentuk diorama patung. Menapak jalan-jalan berbukit ini, dan mengapresiasi patung-patung yang ada, menjadi pengalaman tersendiri bagi pengamatnya. Makna yang ditawarkan disini dapat memberikan kesan yang sangat mendalam.PONDOK ROSARIO
Suasana dalam bangunan
Gambaran sistem konstruksi bangunannya.
OBYEK APRESIASI LAIN
Suasana pedesaan dan arsitektur vernakular masih bisa terasa disini.
Suasana di pendopo Emaus
________________________________________________
by Probo Hindarto
© Copyright 2008 astudio Indonesia. All rights reserved.
0 comments on Gereja Pohsarang (2) :
Post a Comment and Don't Spam!